MUDIK
Mungkin bila dihitung-hitung, akumulasi kata yang sering dibicarakan orang di akhir-akhir bulan Ramadhan atau menjelang lebaran ini adalah kata mudik. Ya.,. mudik atau pulang kampung bagi masyarakat perkotaan seolah menjadi kebutuhan yang tak dapat di tinggalkan. Mereka rela berjubel di terminal, stasiun atau dibandara-bandara hanya sekedar untuk antri mendapatkan tiket pulang ke kampung halamannya. Bahkan lebih dari itu, mereka rela bergelantungan di bus dan gerbong-gerbong kereta api asal mereka dapat berlebaran di kampungnya.
Mudik, sekarang sudah menjadi tradisi. Fenomena ini muncul khususnya di masyarakat Minang, Batak dan Madura yang suka merantau. Mudik secara besar-besaran berlangsung sejak tahun 1970, yaitu ketika terjadi arus urbanisasi ke kota Jakarta. Saat itu sedikit demi sedikit pembangunan mulai merayap naik, sentralisasi ekonomi di pusat pusat kota seperti Jakarta, dan munculnya ketimpangan pembangunan antara kota dan desa menjadi penyebab pertama mengalirnya arus urbanisasi yang ujung-ujungnya memunculkan fenomena mudik lebaran. Mengapa dipilih lebaran, kebetulan masyarakat Indonesia adalah mayoritas muslim, waktu lebaran dipandangnya waktu yang pas untuk menjalin hubungan kekeluargaan dengan masyarakat di desa yang telah lama ditinggalkan.
Di luar negeri seperti Amerika Serikat (AS), Jepang, Cina dan Malaysia, budaya mudik sebenarnya juga ada, namun tidak seheboh dan sesanter budaya mudik dalam negeri. Hal ini disebabkan manajemen mudik, atau manajemen transportasi di negeri-negeri tersebut cukup bagus. Jalur trasnportasi di atur bagus, aparat penegak hukum bertindak tegas dan kesadaran warga akan peraturan cukup tinggi. Berbeda dengan manajemen di dalam negeri, keruwetan jalan, banyaknya percaloan dan lain sebagainya menjadi permasalahan menahun, bersifat klasik dan tak pernah ada diambil langkah strategis. Hal ini menjadi konsumsi enak bagi para kuli tinta untuk mengisi ruang-ruang publik di media massanya. Para reporter berita bekerja siang malam mengekspos warta untuk dijual ke tengah-tengah publik. Berita kecelakaan, penumpukan penumpang, pencopetan, penurunan paksa penumpang, selalu menghiasi wajah koran dan mengisi hari-hari menjelang romadlon di beberapa radio dan stasiun televisi (TV) baik swasta maupun TV Nasional. Sehingga tidak aneh mudik di dalam negeri terasa heboh dan menyedot perhatian masyarakat.
Mudik merupakan gerakan otonom rakyat yang tak dapat dibendung, suka tidak suka, senang tidak senang, setuju atau tidak setuju mudik dan segala pernik-perniknya akan terus terjadi. Mudik yang sering dilakukan masyarakat pedesaan ini juga membawa pengaruh bagi sekitarnya. Tradisi mudik sedikit banyak membawa pengaruh negatif terhadap penduduk pedesaan. Hal ini muncul karena kebanyakan pemudik berprilaku kamuflse. Mereka biasanya berpenampilan seperi orang yang sudah sukses di perantauan, berperilaku seperti Robinhood yang dermawan, membagi-bagi uang kepada sanak saudaranya di kampung, menyantuni anak yatim, menyumbang masjid, mushola, menyumbang perbaikan jalan , gapura, dan lain sebagaianya. Mereka pulang membawa mobil, memakai baju mewah dan membawa oleh-oleh melimpah.
Padahal kenyataan itu hanyalah kamuflase belaka. Apa yang mereka alami di kota tidak semanis dan seindah yang mereka tampilkan ketika di kampung halamannya. Bahkan mungkin aapa yang mereka alami di kota lebih susah dengan apa yang di alami penduduk di desanya.
Selain itu, para pemudik sering berperilaku yang mencitrakan dirinya sebagai manusia modern yang sok pinter, dengan gaya bicara cepat, kagok ke-jakarta-jakartaan. Prilaku pergaulannya bebas seperti anak kota. Hal ini membawa konsekuensi perubahan pada masyarakat desa. Transformasi budaya yang dibawa para pemudik dapat merubah budaya agung dan luhur masyarakat pedesaan. Hal ini menyebabkan hilangnya budaya dan tradisi yang menjadi karakter bangsa Indonesia.
Perilaku semu dari para pemudik ini memancing rasa penasaran dan memantik keinginan penduduk desa untuk napak tilas saudara atau tetanggannya mengais rejeki di kota. Akibatnya berbondong-bondonglah arus balik yang menuju ke jakarta. Apa akibatnya di jakarta? Kurangnya pengetahuan tentang kehidupan di jakarta memunculkan problem-problem bagi pendatang baru. Banyak dari pendatang baru akhirnya menjadi tumbal kebengisan kota jakarta, karena malu pulang kekampung halaman dengan alasan belum sukses di perantauan akhirnya mereka menerima kenyataan pahit di kota jakarta, bekerja asal mendapatkan uang sebab beaya hidup di jakarta cukup tinggi dan lain sebagainya. Krininalitas, perkosaan, penjambretan dan lain sebagainya akhirnya mengiringi hidupnya.
Sikap pemerintah seharusnya melakukan reformasi dalam manajemen mudik. Menyalahkan rakyat adalah hal yang sia-sia. Bagaimana merubah image bahwa mudik itu adalah aktifitas yang biasa- biasa saja bukan hal yang istimewa. Masyarakat tidak harus memaksakan diri mudik di saat menjelang lebaran. Kalau sekedar untuk silaturahmi mereka dapat menempuh jalur-jalur yang lain misalnya tidak harus saat lebaran, atau mungkin kalau ingin pas lebaran dapat menggunakan layaan telepon, sms, atau strategi yang lain.
Bertahun-tahun pemerintah mengurusi arus mudik, Model-model percaloan entah di terminal, staisun atau bandara mestiya sudah tidak terdengar lagi, tabrakkan di jalan raya tidak sering terjadi. Penumpukkan penumpang di stasiun dan terminal tidak terulang lagi, perilaku awak bus yang memeras penumpang dengan menaikkan tarif angkutan tidak terjadi lagi. Inilah tugas berat yang mestinya dilakukan pemerintah. Semenatara itu Ide pemerataan pembangunan antara pedesaan dan perkotaan menjadi agenda utama bukan sekedar agenda tambahan. Dan, peningkatan mobilitas masyarakat menjadi fokus utama.
Berulangnya kejadian-kejadian di atas menandakan sebenarnya pemerintah kurang begitu interes mengurusi arus mudik. Berbeda dengan ketika mereka mengurusi jamaah haji. Sebab mudik tidak ada apa-apanya. Sementara masalah pemberangkatan jamaah haji merupakan lahan basah yang sering menjadi rebutan. Oleh karena itu kehatian-kehatian menjadi tanggung jawab pribadi pemudik, jangan terlalu berharap dengan pemerintah atau aparat.
Bagi warga di pedesaan, janganlah mudah terpesona dengan penampilan semu dari pemudik ketika lebaran. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa mereka yang berani pulang ke kampung halaman hanyalah mereka yang sukses dan prosentasenya kecil. Sementara yang belum sukses bila memaksakan pulang harus membanting tulang, memeras keringat, mengumpulkan rupiah demi rupiah jauh-jauh hari. Sehingga ketika lebaran sudah dekat dapat menjadi bekal mudik ke kampung halamannya.
Mudik lebaran tahun ini sangat berkesan bagiku, karna memberikan pelajaran yang sangat berharga, untukku dan kotaku.
Bukittinggi, Padang, SUMATRA BARAT kota kelahiranku. Sebuah kota wisata yang penuh dengan berbagai objek yang indah dan menyenangkan. Menawarkan pemandangan yang memukau dan ciri khas tersendiri untuk penduduk dan para pelancong yang sedang berlibur di kota ini. Aku menikmati suasana disini, indah, apalagi udara yang segar.
Angkuhnya JAM GADANG yang berdiri tepat di jantung kota merupakan simbol Bukittinggi. Salah satu ciri khas dan daya tarik mengapa kota ini banyak didatangi wisatawan. Air terjun lembah anai, ngarai sianok, jembatan limpapeh, rumah gadang, dan masih banyak lagi tempat wisata lainnya membuat Bukittinggi menjadi sebuah kota yang cantik. Apalagi dilengkapi dengan makanannya yang khas dan udaranya yang sejuk. Datang dan lihatlah sendiri !! karna kata-kata tidak lah cukup untuk menggambarkan betapa memesonanya kota ini.
Tapi.. 30 September 2009, bertepatan dengan hari G 30 SPKI, 17:16 WIB gempa berkekuatan 7.6 SR mengguncang Bukittinggi, padang dan sekitarnya.
Getaran dahsyat tersebut membuat aku dan warga sekitar panik. Kami berlari keluar, mencari tempat yang jauh dari gedung bertingkat untuk menyelamatkan diri. Suara jeritan , kumandang ALLAHU AKBAR terdengar dimana-mana. Kecemasan yang amat sangat tergambar di setiap wajah kami.
Kurang lebih 2 menit, gempa menyapa kami. Tapi siapa sangka 2 menit tersebut, menelan korban hingga ratusan orang, meluluh lantakkan rumah, memporak porandakan gedung bertingkat sehingga rata dengan tanah.
Suasana mencekam, padang hancur, tak ubahnya seperti kota mati.
Kotaku menangis, yang terlihat hanya kesedihan, dan air mata.
Innaillahi, ALLAH menegur sumbar. Menegur kita, karena kesombongan dan kepongahan kita yang sering melalaikan perintahNYA. Aku takut, Ampuni kami TUHAN..
Teguran ini membuatku sadar, begitu banyak kesalahan yang telah kita lakukan sehingga membuat TUHAN murka dan mengirimkan cobaanNYA pada kita. Apa yang kita tabur, itulah yang kita tuai. Mungkin TUHAN sudah bosan dengan kita yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa. Tiada cara lain selain memohon ampun padaNYA.
Gempa ini merupakan gempa terkuat yang pernah mengguncang Indonesia, dan menelan korban ratusan jiwa. Walaupun bantuan dari semua pihak berdatangan untuk membantu korban gempa, tapi karna kerusakan di berbagai tempat sangat parah maka terjadi keterlambatan untuk menolong korban yang tertimpa reruntuhan. Sehingga banyak korban yang tidak terselamatkan.
Mudik ku yang awalnya menyenangkan sekarang jadi penuh kekhawatiran. Khawatir akan nasib saudara-saudara lain yang terkena gempa, yang kehilangan harta, benda bahkan nyawanya. Semoga semua bencana ini cepat berakhir, amin
Pengalaman mudik tahun ini merupakan pengalaman berharga dan tidak terlupakan ,memberikan pelajaran bahwa kita hanyalah manusia biasa yang tidak bisa berbuat apa-apa jika TUHAN sudah berkehendak. Menyadarkanku kalau semua bencana yang terjadi datangnya dari ulah manusia, dan semua kebaikan dari TUHAN.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar